Prospek Harga Logam Industri Melemah Hingga Akhir Tahun

Senin, 22 September 2025 | 15:50:56 WIB
Prospek Harga Logam Industri Melemah Hingga Akhir Tahun

JAKARTA - Kinerja harga logam industri global saat ini menunjukkan tren melemah, seiring perlambatan permintaan dari China dan dinamika ekonomi dunia yang tidak menentu. Kondisi ini memengaruhi sejumlah logam strategis seperti aluminium, timah, dan nikel yang menjadi komoditas penting bagi sektor industri dan manufaktur.

Berdasarkan data Trading Economics hingga Jumat, 19 September 2025, harga aluminium tercatat melemah 0,88% ke level US$ 2.672,7 per ton. Harga timah juga mengalami penurunan signifikan, yakni 1,85% ke US$ 33.711 per ton. 

Sementara itu, harga nikel turun 0,42% menjadi US$ 15.270 per ton. Penurunan ini menjadi sinyal bahwa permintaan global, terutama dari China sebagai konsumen terbesar, tengah melemah.

Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, menjelaskan, kinerja logam industri dipengaruhi oleh data makroekonomi China yang menunjukkan perlambatan produksi industri serta kontraksi aktivitas pabrik. “Data makroekonomi dari Tiongkok terus menunjukkan perlambatan produksi industri dan kontraksi aktivitas pabrik,” ujarnya kepada Kontan.

Selain faktor permintaan, kondisi pasokan logam yang melimpah juga menekan harga, terutama pada komoditas nikel. Surplus pasokan menjadi tekanan utama di tengah melemahnya permintaan. 

Namun, Sutopo mencatat, masalah rantai pasokan dan situasi geopolitik di beberapa negara produsen, seperti Myanmar, sempat memberikan dukungan harga sementara bagi logam tertentu, khususnya timah dan aluminium.

Ke depan, Sutopo memandang, perkembangan ekonomi global akan sangat menentukan arah harga logam industri hingga akhir tahun. Faktor kunci yang harus diperhatikan antara lain laju pertumbuhan ekonomi China dan potensi perlambatan ekonomi di negara-negara maju. “Terutama terkait laju pertumbuhan Tiongkok dan potensi perlambatan ekonomi di negara-negara maju,” imbuh Sutopo.

Kebijakan moneter juga menjadi sentimen penting. Sutopo menekankan, langkah Federal Reserve (The Fed) memengaruhi nilai tukar dolar AS yang memiliki hubungan terbalik dengan harga komoditas. Nilai dolar yang menguat biasanya menekan harga logam karena harga komoditas global dihitung dalam dolar. “Kebijakan The Fed memengaruhi nilai dolar AS, yang memiliki hubungan terbalik dengan harga komoditas,” jelasnya.

Dari sisi pasokan, risiko operasional dan geopolitik di negara-negara produsen utama diprediksi akan terus memengaruhi harga. Kebijakan domestik, seperti pembatasan kuota penambangan nikel di Indonesia, juga menambah ketidakpastian pasar. Hal ini membuat harga logam menjadi lebih sensitif terhadap fluktuasi pasokan dan keputusan regulasi pemerintah.

Dengan mempertimbangkan seluruh faktor tersebut, Sutopo menaksir harga aluminium hingga akhir tahun akan berada di kisaran US$ 2.600–US$ 2.800 per ton, didorong oleh kendala pasokan yang cukup signifikan. Timah, dengan pasokan yang lebih terbatas, diproyeksikan diperdagangkan di rentang US$ 34.000–US$ 36.000 per ton. Sedangkan nikel diperkirakan akan tetap berada di bawah tekanan akibat surplus pasokan, dengan kisaran harga US$ 14.500–US$ 16.000 per ton hingga akhir 2025.

Penurunan harga logam ini juga berdampak pada sektor industri yang mengandalkan bahan baku tersebut. Perusahaan manufaktur diharapkan dapat menyesuaikan strategi produksi dan pengadaan untuk mengantisipasi volatilitas harga. Sementara investor dan pedagang komoditas diminta lebih berhati-hati, mengingat tekanan pasar diperkirakan akan berlanjut hingga kuartal terakhir tahun ini.

Selain itu, situasi geopolitik di negara produsen menjadi faktor risiko tersendiri. Gangguan produksi atau ekspor akibat konflik regional atau kebijakan pemerintah lokal dapat memengaruhi pasokan logam secara global. Di sisi lain, tren pemulihan ekonomi dunia yang lambat turut memperlambat permintaan logam, sehingga harga sulit untuk naik secara signifikan dalam waktu dekat.

Meski begitu, Sutopo menekankan bahwa kendala pasokan tertentu tetap menjadi peluang bagi logam seperti timah dan aluminium, terutama bagi pedagang yang dapat memanfaatkan kondisi terbatasnya pasokan global. Namun untuk nikel, tekanan surplus diperkirakan akan berlanjut karena kapasitas produksi yang terus meningkat.

Secara keseluruhan, harga logam industri diperkirakan akan tetap melemah hingga akhir tahun, dengan fluktuasi yang cukup signifikan tergantung faktor permintaan China, kebijakan moneter global, dan kondisi pasokan. Para pelaku industri dan investor disarankan memantau perkembangan ekonomi global dan keputusan pemerintah terkait produksi dan ekspor logam untuk menyesuaikan strategi bisnis dan investasi.

Dengan pemahaman kondisi pasar logam industri saat ini, pelaku pasar dapat mengambil keputusan yang lebih tepat untuk meminimalkan risiko dan memanfaatkan peluang dari fluktuasi harga yang terjadi. Prediksi Sutopo menjadi acuan penting bagi industri dan investor menjelang akhir tahun 2025.

Terkini

Update Harga BBM Pertamina Senin 22 September 2025 Terbaru

Senin, 22 September 2025 | 16:21:48 WIB

Panduan Cek Kebocoran Listrik Rumah Secara Manual Aman

Senin, 22 September 2025 | 16:21:46 WIB

Harga Batu Bara Global Stagnan, China Jadi Faktor Dominan

Senin, 22 September 2025 | 16:21:43 WIB

APNI Umumkan Harga Nikel Domestik, MHP Alami Penurunan

Senin, 22 September 2025 | 16:21:40 WIB